![]() |
Faozan Rizal menerangkan pelajaran |
Seperti tahun-tahun sebelumnya,
rangkaian penyelenggaraan Denpasar Film Festival diisi dengan pelatihan
produksi film dokumenter yang menghadirkan para instruktur yang mumpuni di
bidangnya masing-masing. Namun, berbeda dengan penyelenggaraan sebelumnya yang
menyasar kalangan umum dan professional, kali ini pelatihan ditujukan bagi
pelajar SMP dan SMA. Hal ini selain karena diniatkan untuk menumbuhkan
benih-benih baru dalam perfilman, juga bersisian dengan niat Pemerintah Kota
Denpasar yang hendak menyertakan duta-duta kreatifnya dalam lomba film dokumenter tentang kota
pusaka yang diselenggarakan oleh Organization of World Heritage City
(OWHC).
![]() |
AS Laksana memberi materi metode penulisan |
Karena dipandang strategis, Lomba Film Dokumenter ini mendapat perhatian
dan arahan khusus dari Walikota Denpasar, IB Rai Dharmawijaya Mantra. Sebab, menurut Walikota, ada dua hal penting yang dapat diraih
sekaligus dalam mengikuti lomba film dokumenter ini. Pertama, dapat semakin
memperkenalkan Kota Denpasar di ajang Internasional. Kedua, memacu gairah para
remaja pecinta film di Kota Denpasar untuk berkarya dengan standar
internasional.
“Pada saatnya kedua hal tersebut akan berpengaruh pada kemakmuran
Kota Denpasar,” papar Rai Mantra saat memberi arahan.
Menurut Walikota, penyaringan harus dilakukan sedemikian rupa yang
merupakan kombinasi antara pembinaan, penyeleksiaan, dan penggalangan komunitas
kreatif. Dengan cara itu Pemerintah Kota tidak hanya sekadar mencari
materi jadi, tetapi membinanya sejak masih berupa benih.
“Seperti itulah semestinya bibit-bibit kreatif ditemukan dan dibesarkan,” imbuh
Walikota sembari memaparkan bahwa setelah benih-benih kreatif tersebut mandiri,
pembinaan dilanjutkan kepada benih yang baru. Begitu seterusnya secara
berkesinambungan.
![]() |
Suasana Pelatihan |
Maka berdasar arahan Walikota itu, panitia pelaksana pun
menyelenggarakan yang mengombinasikan edukasi dan kompetisi. Mula-mula calon
peserta yang merupakan pelajar SMP dan SMA di Kota Denpasar diwajibkan untuk mengirimkan sinopsis karya yang akan mereka
buat. Sinopsis tersebut harus mengangkat tema Pusaka Budaya di Kota Denpasar semisal
keberadaan tarian sakral, situs kuno, pasar tradisional, tekstil tradisional,
kelompok tari tradisi, layangan, dan lain sebagainya.
Semua sinopsis yang masuk dinilai oleh tim kurator dan berdasarkan
penilaian tersebut, peserta yang dianggap layak diberi pelatihan Produksi Film Dokumenter
yang diselenggarakan pada 11-13 April
2014, dengan instruktur utama Faozan Rizal dan AS Laksana. Faozan Rizal adalah Sutradara Film “Habibie-Ainun”
sedangkan AS Laksana adalah Penulis Buku
Fiksi Terbaik Indonesia 2014 versi Majalah “Tempo”.
Setelah mendapat pelatihan,
para peserta diwajibkan untuk memproduksi sinopsis mereka masing-masing
menjadi sebuah film dokumenter pendek berdusrasi 2-5 menit. Dari setiap
kategori akan dipilih tiga pemenang di mana juara pertama pada masing-masing kategori
akan mewakili Kota Denpasar dalam Lomba Film Dokumenter Internasional yang
diselenggarakan OWHC.
![]() |
Peserta dan Panitia seusai pelatihan |
Tentang OWHC, lembaga ini didirikan pada tanggal 8 September 1993 di
Fez, Maroko. Organisasi
merangkum 250 kota yang
didalamnya terdapat situs budaya maupun bentang alam
yang tercantum dalam daftar Warisan Dunia UNESCO. Dalam Organisasi ini setiap kota diwakili oleh Walikota. Di Indonesia ada dua kota
yang terdaftar sebagai anggota OWHC yakni Surakarta dan Denpasar.**
Instruktur Pelatihan Produksi Film Dokumenter 2014 A.S. Laksana
Lahir di Semarang, Jawa Tengah, 25 Desember 1968. Ia adalah seorang sastrawan, pengarang, kritikus sastra, dan wartawan Indonesia yang dikenal aktif menulis cerita pendek di berbagai media cetak nasional di Indonesia. Pernah kuliah di jurusan Bahasa Indonesia IKIP Semarang dan Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sisial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
A.S. Laksana pernah menjadi wartawan Detik, Detak, dan Tabloid Investigasi. Selanjutnya, mendirikan dan mengajar di sekolah penulisan kreatif “Jakarta School”. Kini ia aktif di bidang penerbitan. Kumpulan cerita pendeknya yang berjudul “Bidadari yang Mengembara” terpilih sebagai buku sastra terbaik 2004 versi Majalah Tempo. Sembilan tahun kemudian, “Murjangkung, Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu” kembali terpilih sebagai buku sastra terbaik oleh majalah yang sama.
Bukunya yang lain antara lain “Creative Writing: Tips dan Strategi Menulis Cerpen dan Novel” (Mediakita, 2007); “Podium DeTIK” (Sipress, 1995); dan Skandal Bank Bali (DeTAK, 1999). Faozan Rizal
Kelahiran Tegal, Jawa Tengah, pada 1973 ini adalah satu dari sedikit pembuat film Indonesia yang sungguh-sungguh mencintai media film. Faozan Rizal belajar sinematografi di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Ia telah membuat banyak film pendek dan panjang, baik film cerita maupun dokumenter, untuk menggali kekayaan tekstur film serta bermain-main dengan ketegangan antara film dan fotografi. Ia juga membuat film-film tari bersama Katia Engel dan bekerjasama dengan seniman alam Andy Goldsworthy. Karya Faozan Rizal menunjukkan manusia dan alam dalam kesunyian yang meditatif. Ia sendiri telah mempelajari tari Jawa klasik dan Bali, menekuni pendidikan seni lukis dan kemudian masuk sekolah film di La Femis, Paris. Karya-karya Faozan Rizal telah ditampilkan dalam berbagai festival internasional seperti Singapore International Film Festival, eKsperim[E]nto Film & Video Festival 2004 Filipina, Cinemanila International Film Festival dan Emirates Film Competition. Film cerita panjang pertamanya untuk bioskop sebagai sutradara, Habibie & Ainun (2012), tak hanya berhasil secara teknis dan estetika tetapi juga mendulang sukses komersial luar biasa.