“Intinya adalah edukasi, apresiasi, dan kompetisi”, papar Agung Bawantara, Direktur Denpasar Film Festival.
Tahun ini, rangkaian program tersebut diawali dengan Pelatihan Produksi Film Dokumenter yang diselenggarakan pada 16-18 Maret dengan instruktur Tonny Trimarsanto. Tonny adalah seorang pembuat film dokumenter yang telah memenangi sedikitnya lima penghargaan internasional di bidang ini. Meski materi yang disampaikan sama, kali ini penyelenggara menerapkan pendekatan baru yakni dengan metode perkemahan (camp) mengambil tempat di tepian Danau Buyan, Tabanan.
Peserta pelatihan adalah para pelajar SMP dan SMA di Kota Denpasar yang dipilih melalui seleksi. Keduanya mendapat jatah masing-masing lima kelompok. Jadi akan ada lima kelompok untuk SMP dan lima kelompok untuk SMA sehingga total peserta maskimal hanya 20-30 orang saja. Jumlah tersebut menurut Agung ditetapkan dengan berbagai pertimbangan. Pertimbangan utama adalah agar intensitas komunikasi antara instruktur dan peserta pelatihan terjalin baik.
Audiensi dengan Walikota Denpasar |
“Dengan demikian ilmu yang mereka dapat akan lebih melekat dalam ingatan mereka,” imbuh Agung.
Seusai pelatihan, para peserta diwajibkan untuk membuat produksi film dokumenter tentang Kota Denpasar sebagaimana yang mereka ajukan pada saat seleksi awal. Untuk produksi tersebut masing-masing kelompok mendapat dana stimulant dalam jumlah tertentu. Dengan demikian, dari para peserta tersebut akan lahir sepuluh film dokumenter tentang kekayaan pusaka budaya di Kota Denpasar.
Program lain adalah Lomba Film Dokumenter, Lomba Resensi Film Dokumenter, Putar dan Diskusi Film Unggulan, Pameran Esai Foto, Diskusi “Air dan Kehidupan”, Malam Penganugerahan. Lomba Film Dokumenter diselenggarakan antara 1 Maret-30 Juni 2016 melibatkan para pembuat film dokumenter di seluruh Tanah Air. Lomba Resensi Film Dokumenter diselenggarakan pada kurun1 Maret- 31 Juli 2016 melibatkan para jurnalis di Bali.
Adapun program pemutaran, diskusi, dan pameran foto esai berlangsung pada pertengahan bulan Agustus 2016. Di mana seluruh rangkaian acara itu ditutup dengan acara puncak yakni “Malam Penganugerahan” yang akan digelar pada 14 Agustus 2016.
Hadiah Masih 55 Juta
Seperti tahun sebelumnya, lomba film dokumenter DFF berhadiah total Rp55 juta. Lomba dibagi menjadi dua kategori: umum dan pelajar. Peserta kedua kategori dapat mengirimkan karya dokumenter dengan tema bebas. Untuk umum durasinya 20–40 menit. Sedangkan untuk pelajar durasinya antara lima hingga sepuluh menit.
Karya yang masuk akan diseleksi oleh panitia melalui dua tahap. Tahap pertama, karya diseleksi oleh dewan kurator yang terdiri dari tiga pekerja film dokumenter yang kredibel. Mereka memilih masing-masing lima karya unggulan di setiap kategori. Selanjutnya, pada tahap kedua, karya-karya yang lolos seleksi dewan kurator tersebut diseleksi kembali oleh Dewan Juri untuk menentukan lima karya terbaik. Satu di antara lima film unggulan kategori umum dinobatkan sebagai Film Terbaik yang berhak menggondol trofi DFF dan uang tunai sebesar Rp20 juta. Empat unggulan yang tersisih tetap mendapat hadiah uang tunai masing-masing sebesar Rp3,5 juta.
Berpose seusai audiensi |
Untuk pameran foto esai, melanjutkan yang telah dirintis dua tahun sebelumnya. Karya yang dipamerkan adalah foto esai dengan delapan gambar dilengkapi narasi sepanjang delapan alenia. Bedanya, peserta pameran bukan lagi hanya keempat anggota Project 88 melainkan para fotografer non-profesional yang difasilitasi oleh Project 88. Para eksponen project 88 sendiri bertindak sebagai instruktur dan kurator yang menyeleksi karya-karya mereka. Tekanan penyelenggaraan pameran kali ini adalah memperkenalkan kepada penggemar fotografi di Bali agar memanfaatkan peralatan yang mereka miliki untuk merekam isu-isu penting di sekitar mereka dalam bentuk esai foto yang menginspirasi orang untuk melakukan upaya atau gerakan perbaikan.
Proses pengerjaan karya berlangsung selama sekitar dua bulan, dengan tujuh kali pertemuan, dari bulan april - mei. Metode yang dipakai adalah diskusi, penelitian, literasi dan pemotretan. Peserta berjumlah lima orang.
Lomba resensi film dokumenter diselenggarakan bagi para jurnalis di Bali. Karya merupakan resensi terhadap film dokumenter yang disiapkan oleh panitia dan telah dimuat di media umum atau media online yang telah beroperasi secara ajeg selama tiga tahun. Karya akan dinilai oleh dewan juri yang dikepalai oleh Bre Redana, wartawan senior Harian Kompas.
Tentang tema, “Air dan Kehidupan” dipilih karena bagi penyelenggara DFF persoalan air di Bali dan di beberapa tempat di Tanah Air merupakan persoalan yang sangat krusial. Beberapa ahli menyebutkan, jika tidak ditangani secara baik, bukan tak mungkin dalam waktu yang tak terlalu lama Bali dan daerah-daerah lain itu akan mengalami krisis air yang parah. Karena itu, DFF ingin menggaungkan hal ini agar segenap pihak, khususnya yang terkait dengan Bali dan daerah yang bersangkutan tersadar dan turut bergerak melakukan penanganan dan perbaikan secara mendasar.
Menyerahkan buku perjalanan DFF |
“Semakin banyak prakarsa dari masyarakat seni atau pegiat kegiatan kreatif, semakin ringan tugas kami dalam menjalankan amanat yang diletakkan di pindak kami,” paparnya.
Oleh karenanya pihaknya berusaha keras untuk terus menjaga sinergi yang baik antara para seniman dan birokrat di bidang kesenian di Kota Denpasar.
Isu Penting dalam Festival Ini:
- Mengawal semangat kebersamaan dalam keragaman.
- Mengawal semangat melindungi Bali dari krisis air.
- Menguatkan komunitas film di Bali (daerah) dengan membangun jaringan dengan daerah-daerah lain di Indonesia
- Membangun perfilman Nasional melalui upaya apresiasi dan edukasi
- Memaksimalkan sumber daya di daerah untuk membangun semangat persebaran aktivitas produksi film di Tanah Air guna memunculkan karifan lokal di masing-masing daerah.
- Merupakan bagian dari gerakan Ekonomi Kreatif Kota Denpasar yang menjadikan kreativitas sebagai “komoditi” utamanya sehingga mengurangi tabiat mengeksplorasi alam sebagai ladang pendapatan.
Peluncuran buku "Dari Denpasar Membentang Layar - Lima Tahun Perjalanan DFF" |