Juri dan Kurator Denpasar Film Festival 2016




Dr. Lawrence Blair (Juri) adalah Antropolog yang menggeluti film dokumenter sejak awal 1970-an.  Dia penulis, presenter dan co-producer dari serial dokumenter televisi  Ring of Fire, yang menjadi nominee peraih Emmy award 1989. Film ini juga memenangi National Educational Film and Video Festival Silver Apple Awards 1989. Lawrence adalah salah satu tokoh yang banyak memperkenalkan Bali dan Indonesia kepada masyarakat dunia.  Karya film dokumenternya antara lain Ring of Fire: An Indonesian Odyssey (serial lima film dokumenter - 1988), Ring of Fire (1991), Myth, Magic and Monsters (serial dokumenter -2005),  Bali Island of The Dogs (2009). Menjadi juri DFF pada 2011, 2012, 2013, 2014, 2015, 2016. 


Slamet Rahardjo Djarot (Ketua Juri) adalah aktor-sutradara senior Indonesia. Memulai debut pada 1968 di bawah arahan Sutradara Teguh Karya.  Film yang dibintangi atau disutradarainya antara lain: Ranjang Pengantin (1974), Badai Pasti Berlalu (1977), November 1828 (1978), Rembulan dan Matahari (1980), Seputih Hatinya Semerah Bibirnya (1982), Ponirah Terpidana (1983), Kembang Kertas (1985), Kodrat (1986), Kasmaran (1987), Tjoet Nja’ Dhien (1988), Langitku Rumahku (1990), Fatamorgana (1992), Anak Hilang (1993), Telegram (2000), Pasir Berbisik (2001),  Putri Gunung Ledang (2004), Banyu Biru (2005), Ruang (2006), Badai Pasti Berlalu (2007), Laskar Pelangi (2008), dan Sang Pencerah (2010). Slamet meraih Piala Citra  sebagai Aktor Terbaik FFI 1974 dan 1977 dalam film Ranjang Pengantin dan Badai Pasti Berlalu  dan untuk karyanya yang berjudul Rembulan dan Matahari (1980).

Slamet sangat piawai memancing obrolan. Karena itu sebuah stasiun TV swasta di Jakarta memilihnya menjadi pemeran Ndoro Sentilan dalam acara dialog sosial bergaya komedi Sentilan-Sentilun yang kini sudah tayang lebih dari 200 episode.

Slamet menjadi juri DFF pada 2011, 2012, 2013, 2014, 2015, 2016.


Rio Helmi (Juri) adalah penulis dan fotografer. Menjadi juri DFF sejak 2011. Karya-karya Rio banyak dimuat di majalah National Geographic. Rio mulai bekerja sebagai fotografer profesional sejak 1978. Ia pernah bekerja  sebagai wartawan foto dan penulis pada Sunday Bali Post, Mutiara, dan Tempo. Sebagian besar liputan tersebut berkisar tentang masyarakat terasing yang mulai ber-sentuhan dengan dunia modern.  Rio beberapa kali terlibat dalam produksi film dokumenter. Satu di antaranya adalah Lempad of Bali. Sejak 1983 Rio bekerja freelance untuk berbagai majalah regional membuat reportase dan foto di berbagai negara seperti Brunei, Malaysia, Singapore, Thailand, Filipina, India, Mongolia, dan Cambodia. Beberapa buku Rio yang telah terbit antara lain Over Indonesia: Aerial Views of the Archipelago  (ditulis bersama Michael Vatikiotis dan Georg Gerster),  Worshipping Siva and Buddha: The Temple Art of East Java (bersama Marijke J. Klokke,  dan Ann R. Kinney),  Bali Style,  Bali High: Paradise from the Air (bersama  Leonard Lueras), dan  River of gems : a Borneo journal (bersama  Lorne Blair dan Leonard Lueras).

Rio menjadi juri DFF pada 2011, 2012, 2013, 2014, 2015, 2016. Website Rio Helmi


Prof. Dr. I Made Bandem (Juri) menjadi juri DFF sejak 2012. Bandem adalah penari Bali, penulis, pendidik, dan pemerhati budaya.  Dialah penari Bali pertama yang ber-studi di luar negeri. Memperoleh gelar master dalam tari dari UCLA, dan gelar PhD dalam etnomusikologi dari Universitas Wesleyan. Keduanya di  Amerika Serikat.  Di Bali, Ban-dem dikenal sebagai budayawan yang me-miliki pandangan luas mengenai pelestarian dan pengembangan kesenian. Bersama dengan Prof Dr Ida Bagus Mantra, Gubernur Bali (1978-1988), Bandem adalah salah satu pendiri Pesta Kesenian Bali, acara tahunan yang menjadi model untuk pelestarian dan pengem-bangan seni dan budaya Bali. Bandem memiliki kepedulian pada pendokumentasian kebudayaan Bali. Puluhan film dokumenter Bali tempo dulu ada di tangannya. Menjadi juri DFF pada 2012, 2013, 2014, 2015, 2016.



I Wayan Juniartha (Juri)  menjadi juri DFF sejak 2013. Jurnalis dan pemikir sosial budaya ini pernah berkuliah di Jurusan Sastra Inggris Fakultas Sastra Universitas Udayana, Denpasar. Sempat selama beberapa tahun menjadi wartawan Harian Kompas.Kini bergabung dengan harian The Jakarta Post dan menjadi koordinator liputan untuk wilayah Bali dan sekitarnya. Karena perspektif dan ulasannya yang sangat baik, Juniartha kerap diminta terlibat dalam berbagai forum internasional tentang kebudayaan. Ia adalah salah satu tokoh yang banyak berperan dalam persiapan World Culture Forum yang dihelat di Bali pada 2013.  Juniartha juga memegang peran penting dalam penyelenggaraan Ubud Writer and Reader Festival, sebuah ajang tahunan bergengsi dalam perbukuan yang telah dihelat lebih dari satu dekade.Kumpulan esai berbahasa Balinya, Bungklang-Bungkling, memenangi Anugerah Widya Pataka dari Pemerintah Provinsi Bali. Menjadi juri DFF pada 2013, 2014, 2015, 2016.

Bre Redana (Juri) mulai menjadi juri DFF pada 2015.  Bre bekerja di Harian Kompas sejak tahun 1982. Sepanjang kariernya sebagai wartawan keba-nyakan meliput dan menulis bidang kebu-dayaan. Pernah beberapa tahun menjadi Kepala Desk Kebudayaan pada Kompas Minggu. Sekarang menjadi wartawan senior bidang kebudayaan. Pendidikan terakhir: School of Journalism, Darlington College of Technology, United Kingdom. Tak kurang dari delapan buku telah ia terbitkan. Buku-buku tersebut terdiri dari kumpulan cerita pendek (Urban Sensation!, Dongeng untuk Seorang Wanita, Sarabande, dan Rex), novel (Blues Merbabu dan 65), serta kumpulan esai dan artikel (Potret Manusia Sebagai si Anak Kebudayaan Massa).  Buku lainnya, Aku Bersilat, Aku Ada dan Dawai-Dawai Dewa Budjana.




***


 
Putu Kusuma Widjaja (Kurator) adalah lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang melanjutkan studi pada  Film Academie Amsterdam. Selepas menyelesaikan studi pada 1994 Kusuma Widjaja bekerja di sebuah stasiun televisi swasta nasional. Di sana ia berkarir sebagai pegawai selama sepuluh tahun, sebelum akhirnya memutuskan untuk keluar dan berdiri sendiri.

Sebagai sineas, Kusuma Widjaja pernah terlibat dalam berbagai produksi film antara lain dalam film layar lebar Under The Tree arahan sutradara Garin Nugroho. Dalam film tersebut ia berparan sebagai asisten sutradara. Sebelumnya, Kusuma Widjaja terlibat dalam berbagai produksi serial televisi antara lain  Lupus, Dua Dunia, Tirai Sutra, Disaksikan Bulan dan Fantasi.

Ketika pulang ke Bali, Kusuma Widjaja sempat bekerja sebagai penulis skrip dan editor di sebuah rumah produksi di Ubud, Jungle Run. Di situ ia pernah terlibat dalam pembuatan film dokumenter mengenai wabah flu burung, juga dalam pembuatan film dokumenter tentang masyarakat suku Komoro di Papua.  Beberapa film karya Kusuma Widjaja seperti On Moter's Head, berhasil menembus Amsterdam Documentary Film Festival (IDFA) dan Rotterdam Film Festival. 

Menjadi kurator pada DFF 2013, 2014, 2015, 2016.

 
Gerzon Ron Ayawaila (Kurator), menjadi Kurator pada DFF 2014, 2015. Gerzon adalah Lulusan Universiteit van Amsterdam ini  adalah pengajar Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Pendiri Komunikatif Foundation, dan  anggota Badan Perfilman Indonesia (BPI).  Ia pegiat dan motivator yang sangat getol memajukan film dokumenter. Gerzon kerap memberi pelatihan produksi film dokumenter untuk stasiun-stasiun televisi maupun untuk komunitas-komunitas film di berbagai daerah di Indonesia. Dalam banyak produksi film dokumenter Gerzon menangani sendiri urusan penyutradaraan, penulisan naskah, dan riset.
Gerzon adalah penulis teori film yang produktif. Bukunya “Dokumenter; Dari Ide Hingga Produksi” merupakan buku panduan produksi film dokumenter yang banyak dirujuk oleh para sineas untuk mendalami film dokumenter. Ratusan artikel tentang film dokumenter telah ia tulis. Sebagian ia publikasikan melalui web blog pribadinya: http://gerzonayawaila. blogspot.com.

Menjadi kurator pada DFF 2014, 2015, 2016


Tonny A. Trimarsanto (Kurator) adalah pembuat film dokumenter peraih penghargaan Film Terbaik  di Festival Film Dokumenter Yogyakarta dari film Gerabah Plastik dan Excellence Award di Tokyo International Film Festival Japan 2003 dari film Tanah Impian.   Pada 2007 filmnya, Renita Renita,  menjadi Best Asia Film  di 9th Cinemanila Inter-national Film Festival Philipina film ini juga meraih Best Popular Film di Culture Unplugged Film Festival India. Tahun 2013 mendapat Arnone-Bellavite Pellegrini Prize dari film  It’s a Beautiful Day  di  23rd African, Asian and Latin American Film Festival, Milano Italia.

Filmnya Serambi  diputar di  Competition at 59th Cannes Film Festival 2006 (Un Certain Regard), 24th Miami International Film Festival 2007, San Fransisco International Film Festival and Tokyo International Film Festival 2007.

Mangga Golek Matang di Pohon (The Mangoes) diputar di  IDFA Netherland, Southeast Asian Int Film Festival Singapore, DMZ International Film Festival Korea, Cambodia Int Film Festival, Q Int Film festival, FFI Indonesia, Luang Prabang Film Festival Laos , FFD Yogyakarta, Jiffest dan lain lain.

Tonny pernah menjadi  juri Jiffest, Asia Netpac, FFD dan Anti Corruption Film Festival.Membaca Film Garin, Pemula dalam Dokumenter, Catatan Proses Renita Renita, adalah beberapa buku yang pernah dikerjakannya. Menjadi kurator DFF sejak 2015.